Udang galah (Macrobrachium Rosenbergii de Man) atau dikenal juga sebagai Giant Freshwater Shrimp merupakan salah satu jenis Crustacea, dari famili Palaemonidae yang mempunyai ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air tawar lainnya. Komoditas ini diklaim oleh berbagai negara sebagai fauna asli, antara lain oleh India dan Indonesia. Di Indonesia, udang galah dapat ditemukan di berbagai wilayah dan masing-masing memiliki varietas dengan ciri tersendiri. Misalnya, udang galah dari Sumatera dan Kalimantan memiliki ukuran kepala besar, capit panjang, dan berwarna hijau kuning. Udang galah dari Jambi memiliki ukuran kepala lebih kecil, capit kecil dan berwarna keemasan. Pada Foto 1. dapat dilihat bentuk udang galah jantan dan betina, yang secara fisik berbeda. Perbedaan terutama pada “galah” yang didapati hanya pada udang galah jantan.
Di Indonesia komoditi ini dikembangkan antara lain oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat Pasar Minggu, Jakarta; Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit Limnologi LIPI) dan beberapa lembaga di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan antara lain: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi, Unit Pengembangan Udang Galah Pamarican, Ciamis dan Balai Budidaya Air Tawar di Sukabumi. Salah satu penelitian yang dilakukan memberikan hasil yang menggembirakan dengan diperkenalkannya strain udang galah jenis unggul (GI Macro) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 24 Juli 2001.
Selain penelitian mengenai strain udang galah unggul, upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengembangkan udang galah adalah dengan melakukan optimalisasi hatchery melalui perbaikan manajemen induk; dan manajemen kesehatan dan lingkungan. Disamping itu, dilakukan pula pengkajian wilayah potensi pengembangan udang galah guna mengembangkan kawasan terpadu mulai dari sub sistem pembenihan, pendederan dan pembesaran hingga pasca panen.
Komoditas yang di Indonesia mulai populer sejak lima tahun yang lalu ini juga banyak dikembangkan di kawasan Asia. Negara produsen terbesar adalah China diikuti Bangladesh, Taiwan dan Thailand. Dalam jumlah yang relatif kecil, komoditi ini juga diproduksi di India, Costa Rica, Ecuador, Brazil dan Malaysia.
Peluang pasar udang galah masih terbuka luas baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk pasar lokal, permintaan datang terutama dari wilayah yang banyak dikunjungi turis seperti Bali, Jakarta, Batam, dan Surabaya. Sementara pasar udang galah di luar negeri telah terbentuk di Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, Skotlandia, Inggris, Belanda, Selandia Baru, dan Australia dengan pasokan utama datang dari Thailand, Cina dan India.
Di India dan Malaysia budidaya udang galah sangat memperoleh dukungan dari Pemerintah, terutama dari sisi permodalan. Walaupun tidak disediakan skim kredit secara khusus namun skim kredit yang ada dapat digunakan untuk membiayai budidaya udang galah. Di India pinjaman disalurkan oleh National Bank for Agricultural and Rural Development (NABARD) yaitu bank milik Pemerintah yang khusus membiayai sektor pertanian. Sedangkan di Malaysia, pinjaman serupa disediakan oleh Bank Pertanian Malaysia. Pada Lampiran 2. disajikan informasi mengenai skim pembiayaan udang galah di Bank Pertanian Malaysia.
Di Indonesia, Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan juga menyediakan bantuan modal yang disalurkan melalui dinas di tingkat kabupaten. Pinjaman ini juga tidak spesifik untuk udang galah. Sampai saat buku ini ditulis belum diperoleh informasi mengenai pemberian pinjaman dari perbankan di Indonesia untuk komoditi ini.
Berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan salah satu sentra penghasil udang galah di Indonesia ditetapkan sebagai wilayah survey dalam rangka penyusunan buku ini. Walaupun di seluruh wilayah DIY terdapat pengusaha udang galah namun informasi hanya digali dari pengusaha di Kabupaten Sleman, terutama dari pengusaha di desa Jamur, Sindangrejo, Minggir. Dengan demikian informasi teknis budidaya udang galah yang disajikan pada buku ini terutama menggunakan informasi yang diperoleh dari kondisi pengusaha dan lembaga lain di wilayah tersebut.
Budidaya udang galah di Sleman, Yogyakarta telah berkembang dengan baik walau masih dalam skala mikro. Sewaktu pertama kali dibudidayakan, usaha ini tidak mendapatkan per-hatian dari masyarakat. Sejalan dengan keberhasilan yang dicapai, akhirnya banyak petani yang mulai beralih profesi dari penanam padi menjadi pembudidaya udang galah. Walaupun tidak memerlukan perizinan dari instansi yang berwenang, namun untuk memulai usaha dalam budidaya udang galah di wilayah Sleman, diperlukan izin dari aparat desa dan masyarakat setempat.
Usaha ini memberikan dampak yang positif terutama bagi masyarakat di sekitar tempat pembudidayaan. Dilihat dari sisi ekonomi usaha ini memberikan keuntungan yang ber-lipat apabila dibandingkan dengan bercocok tanam padi dan bagi pemilik lahan memberikan penghasilan dari usaha persewaan lahan non produktif. Akibat dari perlunya penyediaan kebutuhan untuk usaha antara lain penyediaan pakan, peralatan, obat-obatan dan pemasaran, muncul usaha lain yang mendukung usaha budidaya udang galah tersebut, misalnya, toko atau kios pakan dan saprokan serta pedagang pengepul khusus untuk udang galah. Untuk memenuhi kebutuhan akan benih, di desa Jamur telah didirikan pula suatu hatchery.
Didukung oleh lingkungan desa yang sejuk dan asri serta pemandangan yang indah, maka pada tahun 2002 desa Jamur dicanangkan sebagai Desa Wisata oleh Menteri Pariwisata. Di lokasi kolam didirikan dangau untuk tempat menikmati makanan dari hasil kolam berupa udang galah dan produk budidaya air tawar lain yang diolah secara langsung oleh penduduk setempat. Bagi warga setempat, pencanangan sebagai desa wisata merupakan hal yang membanggakan dan merupakan sarana untuk meningkatkan penghasilan.
Usaha ini juga memberikan manfaat dari sisi sosial, terutama dalam hal pemanfaatan tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Kaum muda yang semula tidak mempunyai ketrampilan dapat ditarik minatnya untuk ikut terjun secara langsung guna mempelajari cara membudidayakan udang galah. Dampak ikutannya adalah, tenaga kerja dari wilayah ini dinilai terlatih sehingga banyak dimanfaatkan oleh wilayah lain yang akan mengembangkan komoditi ini. Pemanfaatan tenaga kerja dari penduduk setempat juga menurunkan tingkat kriminalitas dan masalah-masalah sosial lainnya.
Budidaya udang galah tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik berupa limbah air kotor maupun bau amis, mengingat untuk melakukan budidaya udang galah, kolam harus memenuhi syarat-syarat untuk selalu menjaga kondisi air kolam dalam keadaan bersih dan tidak tercemar. Dengan demikian tidak ada kekuatiran terjadinya pencemaran lingkungan akibat maraknya pembudidayaan udang galah.
Sumber : http://ikanmania.wordpress.com/
Di Indonesia komoditi ini dikembangkan antara lain oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat Pasar Minggu, Jakarta; Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit Limnologi LIPI) dan beberapa lembaga di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan antara lain: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi, Unit Pengembangan Udang Galah Pamarican, Ciamis dan Balai Budidaya Air Tawar di Sukabumi. Salah satu penelitian yang dilakukan memberikan hasil yang menggembirakan dengan diperkenalkannya strain udang galah jenis unggul (GI Macro) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 24 Juli 2001.
Selain penelitian mengenai strain udang galah unggul, upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengembangkan udang galah adalah dengan melakukan optimalisasi hatchery melalui perbaikan manajemen induk; dan manajemen kesehatan dan lingkungan. Disamping itu, dilakukan pula pengkajian wilayah potensi pengembangan udang galah guna mengembangkan kawasan terpadu mulai dari sub sistem pembenihan, pendederan dan pembesaran hingga pasca panen.
Komoditas yang di Indonesia mulai populer sejak lima tahun yang lalu ini juga banyak dikembangkan di kawasan Asia. Negara produsen terbesar adalah China diikuti Bangladesh, Taiwan dan Thailand. Dalam jumlah yang relatif kecil, komoditi ini juga diproduksi di India, Costa Rica, Ecuador, Brazil dan Malaysia.
Peluang pasar udang galah masih terbuka luas baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk pasar lokal, permintaan datang terutama dari wilayah yang banyak dikunjungi turis seperti Bali, Jakarta, Batam, dan Surabaya. Sementara pasar udang galah di luar negeri telah terbentuk di Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, Skotlandia, Inggris, Belanda, Selandia Baru, dan Australia dengan pasokan utama datang dari Thailand, Cina dan India.
Di India dan Malaysia budidaya udang galah sangat memperoleh dukungan dari Pemerintah, terutama dari sisi permodalan. Walaupun tidak disediakan skim kredit secara khusus namun skim kredit yang ada dapat digunakan untuk membiayai budidaya udang galah. Di India pinjaman disalurkan oleh National Bank for Agricultural and Rural Development (NABARD) yaitu bank milik Pemerintah yang khusus membiayai sektor pertanian. Sedangkan di Malaysia, pinjaman serupa disediakan oleh Bank Pertanian Malaysia. Pada Lampiran 2. disajikan informasi mengenai skim pembiayaan udang galah di Bank Pertanian Malaysia.
Di Indonesia, Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan juga menyediakan bantuan modal yang disalurkan melalui dinas di tingkat kabupaten. Pinjaman ini juga tidak spesifik untuk udang galah. Sampai saat buku ini ditulis belum diperoleh informasi mengenai pemberian pinjaman dari perbankan di Indonesia untuk komoditi ini.
Berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan salah satu sentra penghasil udang galah di Indonesia ditetapkan sebagai wilayah survey dalam rangka penyusunan buku ini. Walaupun di seluruh wilayah DIY terdapat pengusaha udang galah namun informasi hanya digali dari pengusaha di Kabupaten Sleman, terutama dari pengusaha di desa Jamur, Sindangrejo, Minggir. Dengan demikian informasi teknis budidaya udang galah yang disajikan pada buku ini terutama menggunakan informasi yang diperoleh dari kondisi pengusaha dan lembaga lain di wilayah tersebut.
Budidaya udang galah di Sleman, Yogyakarta telah berkembang dengan baik walau masih dalam skala mikro. Sewaktu pertama kali dibudidayakan, usaha ini tidak mendapatkan per-hatian dari masyarakat. Sejalan dengan keberhasilan yang dicapai, akhirnya banyak petani yang mulai beralih profesi dari penanam padi menjadi pembudidaya udang galah. Walaupun tidak memerlukan perizinan dari instansi yang berwenang, namun untuk memulai usaha dalam budidaya udang galah di wilayah Sleman, diperlukan izin dari aparat desa dan masyarakat setempat.
Usaha ini memberikan dampak yang positif terutama bagi masyarakat di sekitar tempat pembudidayaan. Dilihat dari sisi ekonomi usaha ini memberikan keuntungan yang ber-lipat apabila dibandingkan dengan bercocok tanam padi dan bagi pemilik lahan memberikan penghasilan dari usaha persewaan lahan non produktif. Akibat dari perlunya penyediaan kebutuhan untuk usaha antara lain penyediaan pakan, peralatan, obat-obatan dan pemasaran, muncul usaha lain yang mendukung usaha budidaya udang galah tersebut, misalnya, toko atau kios pakan dan saprokan serta pedagang pengepul khusus untuk udang galah. Untuk memenuhi kebutuhan akan benih, di desa Jamur telah didirikan pula suatu hatchery.
Didukung oleh lingkungan desa yang sejuk dan asri serta pemandangan yang indah, maka pada tahun 2002 desa Jamur dicanangkan sebagai Desa Wisata oleh Menteri Pariwisata. Di lokasi kolam didirikan dangau untuk tempat menikmati makanan dari hasil kolam berupa udang galah dan produk budidaya air tawar lain yang diolah secara langsung oleh penduduk setempat. Bagi warga setempat, pencanangan sebagai desa wisata merupakan hal yang membanggakan dan merupakan sarana untuk meningkatkan penghasilan.
Usaha ini juga memberikan manfaat dari sisi sosial, terutama dalam hal pemanfaatan tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Kaum muda yang semula tidak mempunyai ketrampilan dapat ditarik minatnya untuk ikut terjun secara langsung guna mempelajari cara membudidayakan udang galah. Dampak ikutannya adalah, tenaga kerja dari wilayah ini dinilai terlatih sehingga banyak dimanfaatkan oleh wilayah lain yang akan mengembangkan komoditi ini. Pemanfaatan tenaga kerja dari penduduk setempat juga menurunkan tingkat kriminalitas dan masalah-masalah sosial lainnya.
Budidaya udang galah tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik berupa limbah air kotor maupun bau amis, mengingat untuk melakukan budidaya udang galah, kolam harus memenuhi syarat-syarat untuk selalu menjaga kondisi air kolam dalam keadaan bersih dan tidak tercemar. Dengan demikian tidak ada kekuatiran terjadinya pencemaran lingkungan akibat maraknya pembudidayaan udang galah.
Sumber : http://ikanmania.wordpress.com/